Rencana pemerintah menguji delapan mata pelajaran (mapel) dalam ujian sekolah berstandar nasional (USBN) tahun ini akhirnya batal dilaksanakan. Pemerintah menetapkan siswa sekolah dasar (SD) hanya diuji tiga mapel.
Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi mengatakan, setelah dibahas kembali di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) maka USBN untuk siswa SD hanya akan menguji tiga mata pelajaran. Pihaknya akan menyiapkan langkah selanjutnya agar pelaksanaan USBN berjalan dengan lancar. “Berdasarkan pembahasan internal Kemendikbud, USBN SD/MI untuk tiga mapel,” katanya kepada KORAN SINDO kemarin.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah ini menjelaskan, tiga mapel ini ialah Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Diketahui pada ujian sekolah (US) tahun ajaran 2016/2017, siswa SD hanya mengerjakan tiga mapel tersebut. Sebelumnya diwacanakan USBN menguji Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, Pendidikan Kewarganegaraan, Seni Budaya dan Prakarya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, serta Pendidikan Agama.
Bambang mengatakan, dipilihnya tiga mapel itu saja karena ketiganya dianggap sebagai mapel utama atau fondasi yang mesti dikuasai siswa. Selain itu, juga kesiapan dan kemampuan guru-guru dalam menyiapkan soal untuk mapel yang lain perlu dilakukan dengan matang.BSNP sudah menyiapkan kisi-kisi soal ujiannya.
Menurut Bambang, para siswa SD ini akan menghadapi USBN sekitar April atau Mei. Mengenai kepastian tanggalnya, pemerintah menyerahkan secara langsung kepada sekolah. “Jadwal ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan. Sekitar akhir April atau Mei,” jelasnya.
Kepala Bidang Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud Giri Sarana Hamiseno menyatakan, finalisasi USBN hanya tiga mapel akan ditentu-
kan hari ini, Selasa (1/9/2018). “USBN tiga mapel besok akan difinalkan,” katanya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sugianto Tandra mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang apakah rencana kebijakan ini akan memunculkan kondisi pembelajaran yang menambah stres anak didik, seperti yang kerap dikeluhkan selama ini. Apalagi kebijakan ini juga mempertimbangkan penambahan beban yang diujikan yang dikhawatirkan akan memberatkan anak didik maupun guru yang harus mempersiapkan mereka.
“Ujian seharusnya tidak mesti didesain seperti itu, apalagi untuk diadakan setiap tahun. Selain penambahan beban yang perlu dipertimbangkan, perlu dipertimbangkan pula ujian yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali,” ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya menerapkan kebijakan yang bisa memastikan anak bisa belajar tanpa stres atau tertekan. Oleh karena itu, penambahan beban yang diujikan menjadi tidak tepat.
Lebih lanjut Sugianto juga menjelaskan, ide untuk memberikan pertanyaan esai dalam USBN perlu didukung dengan pelajaran seperti Menulis Akademik.
Hal ini perlu diajarkan sejak kecil, misalnya bagaimana menulis esai sederhana dalam lima paragraf. Hal ini juga harus dipertimbangkan oleh pemerintah karena belum semua siswa di Indonesia sudah mendapatkan cukup panduan terkait menulis akademis.
Pengamat pendidikan Eduspec Indonesia Indra Charismiadji berpendapat, bukan masalah jumlah mapelnya yang perlu diperdebatkan, melainkan konsep evaluasi siswa ini yang harus dijelaskan. “Katanya enggak mau ada ujian. Sekarang malah dimunculkan lagi,” ungkapnya.
Dia mengatakan, Kemendikbud harus bisa meyakinkan dan menjelaskan bahwa keputusan tersebut memang yang terbaik bagi bangsa
0 Comments